Rantai MSC #3

 



Alkisah, ada dunia dimana isi populasi manusianya hanyalah yang memegang gelar dokterm edis. Mereka punya kemampuan mendiagnosis penyakit apapun dan mempreskripsika nobat-obatan yang cocok untuk menanggulanginya.

Dokter-dokter ini kebanyakan lulus dari sekolah yang sudah resmi. Tetapi ada juga diantara mayoritas mereka yang meraih gelar dokter secara otodidak, atau dari pendidikan nonformal lainnya. Karena pekerjaan mereka dokter, pastinya mereka mendiagnosis banyak penyakit setiap hari. Meski dunia itu dipenuhi dokter, bukan berarti setiap masalah sudah dibasmi hingga tidak ada lagi. Penyakit bakteri dan virus saja masih hanya beberapa yang sudah ditemukan vaksinnya. Belum juga penyakit fungi atau autoimun atau penyakit-penyakit yang memang mustahil dibuatkan vaksin.

Dalam keseharian mereka, mereka biasa menanyai kabar dokter-dokter lain dan melakukan analisis lebih mendalam jika temannya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres.

Tergantung dari keterampilan, kecerdasan dan/atau kejujuran dokter yang memeriksa, sang dokter yang menjadi pasien akan mendapatkan diagnosis yang benar. Dan tergantung pengetahuan sang pasien sendiri, dia akan selamat jikalau diberi diagnosis yang tidak sesuai juga.

Tidak sedikit dokter yang berpikir-pikir : kenapa sepertinya banyak dokter yang didiagnosis dokter lain ketimbang mendiagnosis penyakitnya sendiri? "Emang kita nggak bisa periksa diri sendiri apa?" tanya satu ke teman rekannya. "Kan lebih praktis gitu, kan?" Temannya menjawab, "Bener? Kan lebih mudah periksa penyakit orang lain ketimbang penyakit diri sendiri." Orang yang dijawab itu bersiap membalas argumen, lalu terdiam, terpikir, oh, iya ya, lalu menutup perbincangan.

Ada pepatah yang menyatakan, 'dokter itu pasien yang terburuk'. Sebagian dokter-dokter ini memang susah menerima bantuan dari sesama dokter. Adakalanya karena saran yang diberikan memang tidak bisa diikuti melihat situasi pasien. Kadangpula karena pasien melihat dokternya tidak pantas untuk mencoba menolongnya, misal ketika dia sendiri menderita suatu penyakit yang belum sembuh. "Kamu aja lagi flu juga! Urusin aja diri sendiri dulu!" kata seorang dokter kepada sesama dokter tetangganya, sembari terbaring di tempat tidur dengan demam parah.

   Metode yang dipakai setiap dokter tentunya berbeda, meski sudah ada standar terverifikasi yang dikeluarkan pemerintah setempat. Banyak yang bersedia mengikuti panduan yangb erlaku, meski tidak sedikit juga yang mengambil jalan-jalan pintas kecil untuk mencapai efisiensi lebih tinggi. Dalam beberapa kasus pelencengan sedikit ini malah menyebabkan masalah yang lebih parah, atau lebih jarang lagi bahkan sampai nyawa melayang.

   Di sisi lain, berpatut terlalu dekat dengan peraturan juga telah diteliti menyebabkan kelambatan proses di berbagai situasi dimana setiap detik adalah emas. Hal ini berarti berlangsung perdebatan sana-sini setiap suatu saat antara dua sekte, yang tidak terlihat penyelesaian pastinya di masa mendatang. Terlepas dari konflik ini pun, biasanya titik temu persetujuan akan akhirnya dicapai, dan pekerjaan akan berjalan seperti biasa.

   Dalam hal metode pengobatan penyakit, lebih jarang penyelesaian damainya jika terjadi konflik. Ada diantara dokter-dokter ini yang menghunus cara-cara tersendiri yang jika dilihat pengamat luar saja sudah mungkin dinilai sadis. Mereka berdalih menginginkan tak lain hanya untuk kesembuhan pasien itu, sehingga metode pengobatan yang mereka pakai tidak memperhatikan kenyamanan pasien itu. "Niat saya baik, hanya untuk kebaikan pasien saya," begitu kata salah satu dari mereka, penuh percaya diri dan ketegaran. Orang yang melihat tingkat mortalitas pasien dokter itu yang tinggi, meski sedikit yang berpenyakit fatal, kadang berandai jika ucapannya benar.

   Untuk obat-obatan oral biasa pun, lumrahnya rasanya pahit sehingga tidak enak untuk ditelan. Beberapa dari pasien, baik muda maupun tua, tidak tahan menelan obat-obatan itu mentah-mentah. Suatu metode yang terbukti efektif adalah mencampur obat itu dengan pemanis seperti gula. Tapi tidak semua orang setuju dengan cara itu. Memang ada kalanya obat itu akan bereaksi dengan pemanis sehingga tidak boleh dicampur, tapi banyak juga yang hanya memandangnya tidak pantas tanpa didasari alasan ilmiah. "Harusnya mereka kuat pahit-pahit begitu," begitu kata mereka dengan pandangan menghakimi.

   Sepanjang sejarah dunia ini ditemukan pemakaian metode-metode penyembuhan tertentu yang dikembangkan untuk penyakit tertentu, yang sebenarnya tidak menyembuhkan tetapi hanya menghilangkan gejala-gejala. Penyakit itu sebenarnya tetap ada dan akan terus mengikis kesehatan orang itu selagi ia menjalani hidup seolah tidak ada apa-apa.

   Contohnya adalah seorang dokter kepercayaan setempat yang suatu hari dipenjara, karena ketahuan memberikan obat minum berupa alkohol untuk menghilangkan rasa sakit pasiennya yang menderita retak tulang. Pasien itu pun dibawakan ke rumah sakit sebelum kondisi tulangnya makin parah lagi.

"Loh, kalau begitu gimana kita percaya ke dokter lain kalau banyak yang jahat begitu?!"

tanya seorang dokter yang sedang berbincang-bincang dengan temannya di luar, setelah mendengar uraian horor seperti yang di atas.

"Gapapa, kan banyak juga yang baik," balas temannya menenangkan, seolah bukan dia yang menyampaikan uraian horor tadi.

"Ya, terus kita gimana cara taunya, dokter yang ini baik atau nggak?" orang itu bertanya

balik, gundah dan bingung dengan rasa ketidakpercayaan.

"Kita berharap yang terbaik aja, setelah cari tahu yang biasa-biasa tentang dia," jawab temannya santai.

"Lah, terus kalo tau-taunya kita kena tipu gimana?" orang itu bertanya lagi dengan nadap putus asa.

"Berarti kita udah tawakal, tinggal serahin ke Yang Maha Berkuasa," jawab temannya dengan senyum merelakan diri.

   Dalam dunia yang berisi dokter-dokter ini, tidak semua diagnosis akan menunjukkan penyakit yang benar dan tidak semua pengobatan akan memulihkan penyakit itu seperti yang diharapkan. Kadang dokter yang salah tidak akan mengakui kekeliruannya, dan kadang dokter yang sengaja menipu tidak akan tertangkap. Kadang dokter yang berusaha sekuat mungkin pun tidak akan menemukan terobosan terhadap penyakit yang belum ada penyembuhannya. Tetapi ada sesuatu yang dipercaya semua orang : barangsiapa yang membawa otak yang cemerlang bersama hati yang bersih akan menjadi dokter yang hebat sekaligus selamat.

______

Sumber Dalil :

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

bersabda, ”Kalimat yang paling Allah benci, seseorang menasehati temannya, ’Bertaqwalah kepada Allah’, namun dia menjawab: ’Urus saja dirimu sendiri.” (HR. Baihaqi dalam Syu’abul

Iman, HR. an-Nasai dalam Amal al-Yaum wa al-Lailah dan dishahihkan al-Albani dalama as-Shahihah). 

“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, tetapi mereka tidak mendapatkannya.”

(Diriwayatkan oleh Ad-Darimi dalam Sunan-nya no. 204 dengan sanad yang hasan)

Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Tirmidzi no. 1162. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 284.)

"Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS. At-Thalaq Ayat 3)

Komentar

Postingan Populer