RANTAI MSC #12
Kumpulan Rangkaian Cerita Islami (RANTAI) MSC LDK KMA
___
Langit mendung. Membuat suasana gelap. Awan hitam segera menggumpal. Pertanda langit akan memuntahkan isinya. Membasahi bumi. Tepat ketika suara guntur menggelegar, satu tetes air hujan turun ke bumi disusul ribuan tetes lainnya weolah berlomba siapa tercepat sampai ke tanah. Arai duduk termenung di pelataran rumah. Kepalanya mendongak menatap langit. Petir menyambar membuat gumpalan awan hitam menjadi bercahaya. Hujan menderas. Guntur bergemuruh lebih keras memekakan telinga. Suasana hujan sore ini begitu kelam. Pandangannya teralih menatap jalanan basah. Sungguh, sore ini hatinya sedang resah. Gundah tanpa arah. Otaknya berputar lebih cepat dari biasanya. Memikirkam sesuatu. Sesuatu yang amat penting.
Hujan mereda. Menyisakan rintik-rintik kecil. Udara lembab dan dingin. Arai memutuskan keluar rumah. Berjalan menyusuri desa. Desa ini indah sekali. Jika dilihat dari atas bak bunga bougenville. Pohon-pohon tumbuh rindang di sekelilingnya. Namun, ada satu hal yang membuat desa ini tidak sempurna indahnya. Orang-orang di desa ini benar-benar jauh dari agama. Bahkan mereka tidak tahu sama sekali. Wajar saja jika desa ini marak sekali perjudian, pesta miras, dan seabrek perilaku negatif lainnya. Itulah sebabnya hati arai selalu resah. Selalu berfikir bagaimana mengubah desanya itu.
Lima belas menit melesat. Hujan sudah sempurna reda. Mentari beranjak tenggelam di kaki cakrawala. Menimbulkan siluet yang sangat mempesona.
Angin malam berhembus pelan. Langit ramai,
bintang-bintang di angkasa. Membentuk rasi. Rembulan pun tampak percaya diri
menunjukan keelokannya. Sempurna bundar. Arai masih terjaga. Bersimpuh dalam
sujud. Bermunajat pada-Nya dan berujar lirih, “Ya allah berilah hamba kekuatan
dan ketabahan untuk mengubah desa ini. Menuntun kembali ke jalan-Mu.”
Menggetarkan sekali mendengar kalimat yang tidak terucap itu. Mulai malam itu, Arai
membulatkan tekad, berniat mengubah desanya. Semoga Allah memberinya kekuatan.
___
Pagi yang cerah, secerah hati Arai. Pagi itu pula arai akan memulai misi suci. Maka dimulailah ia pergi ke mushola dan mebersihkannya bersama kedua temannya. Karena mushola memang tempat terbaik untuk mengajarkan agama. Mushola itu tidak terlalu besar. Mungkin hanya seukuran lapangan basket. Sudah lama sekali mushola itu tak terurus dengan baik. Terbengkalai begitu saja. Walaupun terbuat dari kayu, tak apalah untuk tempat mengajar. Setidaknya sudah ada tempat yang nyaman.
Mentari tepat berada di atas kepala. Membakar
ubun-ubun. Dan arai telah sempurna membersihkan mushola itu. Bersih sekali.
Esok saatnya melanjutkan misi suci.
___
Satu tahun berlalu. Melesat dengan cepat bak
anak panah. Dan arai benar-benar sukses menjalankan misinya. Desa itu sekarang
tidak hanya indah. Akhlak warganya juga mulia. Tidak ada lagi perjudian, pesta
miras dan lainnya. Seakan seluruh perilaku negatif tersebut hilang di telan
masa. Sungguh, hasil yang gemilang. Namun, apalah arti dari sebuah takdir,
jikalau memang sudah di tetapkan. Maka kisah memilukan ini dimulai dari malam
itu. Malam yang kelam. Malam yang menyedihkan. Teramat menyedihkan.
“Ayoo bakar saja dia!!”
“Bunuh saja dia”
“Benar- benar pemuda bejat”
“Munafik!!”
“Tampang saja alim, tapi kelakuan tak lebih
dari sekedar anjing.”
“Dimana dia sekarang?”
“Di musholah”
“Hancurkan musholahnya, Bakar orangnya"
Para warga desa bengis, sorak sorai sahut
menyahut saat warga desa berjalan menuju musholah tersebut.
Tak ada lagi benar, tak ada lagi salah, yang
ada hanyalah emosi yang membara. Bak kayu yang telah basah oleh minyak tanah
kemudian di bakar oleh api.
Warga sedang mengamuk. Pasalnya salah satu warga melihat Arai membopong seorang gadis kedalam rumahnya. Dan gadis itu adalah anak kepala desa. Warga benar-benar kalap. Tanpa memberikan kesempatan kepada arai untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Berbondong- bondong warga desa ke musholah sembari membawa obor, bensin, cangkul, sekop dan berbagai alat lainnya.
Sesampainya di musholah, tanpa di aba-aba warga
desa langsung menyerang musholah membabi-buta. Tidak peduli bahwa arai masih di
dalam musholah tersebut. Meruntuhkannya. Sedangkan Arai yang masih di dalam
tersentak kaget. Belum sempat ia keluar musholah itu telah runtuh menimpa tubuh Arai. Api pun membakar habis semua yang ada di dalamnya. Lima belas menit
berlalu. Warga beranjak pulang. Membiarkan api menjilati kayu-kayu.
___
Hujan turun. Tidak deras namun cukup untuk membasahi desa itu. Tepat dini hari, api sudah padam. Keesokan harinya, barulah warga mengevakuasi. Mengambil tubuh arai yang sudah kaku tak bernyawa. Saat itulah seorang gadis berteriak kencang.
“Hei, a..apa yang telah kalian lakukan? Kenapa dengan Arai? Siapa yang melakukan semua ini!”. Gadis itu anak kepala desa. Berjalan tergopoh bersama seorang ibu. Yang tak lain adalah ibu Arai. Ibu Arai menangis sekencang-kencangnya. Memandangi wajah anaknya yang telah tiada.
“Bukankah Arai yang memperkosamu kemarin
malam?” salah seorang warga menatap gadis itu. Gadis itu menangis sambil
berkata,” Memang malam itu Arai membopongku ke rumahnya, namun bukan untuk
memperkosaku, akan tetapi ia menyelamatkanku dari perampok” tangisnya semakin
kencang. Perutku tertusuk belati perampok itu, jika dia tidak menolongku
mungkin nyawaku tak tertolong. Ayahku sedang keluar kota, sehingga ia membawaku
ke rumahnya. Ibunya yang mengobatiku. Keluarganya baik sekali. Dan sekarang aku
membaik. Kalian benar-benar ceroboh” ucapnya tanpa menghentikan tangisnya.
Gemparlah warga desa itu setelah mengetahui
kejadian sebenarnya. Mereka segera menangis bersujud memohon ampun kepada Allah.
Salah satu warga desa berkata, “ Maafkan kami. Demi Allah kami sangat menyesal.
Kami akan membangun mushola itu kembali dan melanjutkan dakwahnya disini. Kami
akan melanjutkan apa yang telah ia tanam.
___
Pagi itu, menjadi saksi atas kebaikan hati
seorang Arai. Bunga itu kini telah layu. Namun, bunga-bunga lain akan tumbuh
kembali. Sungguh... Semoga Allah meridhainya. Dan ini menjadi bahan renungan
agar kita selalu bertabayyun dan menghindari prasangka buruk..
Komentar
Posting Komentar