RANTAI MSC #11

 Kumpulan Rangkaian Cerita Islami (RANTAI) MSC LDK KMA




___



Di sebuah sekolah yang tentram, terlihat seorang perempuan yang sedang ditindas. Ia dijambak, digusur, dicemoohkan dan ditampar oleh seorang laki-laki yang mempunyai badan besar dan mempunyai kekuasaan. Antara takut dan khawatir jelas tertanam diwajah para murid, namun tidak ada yang berani membela perempuan yang mengalami penindasan tersebut. Laki- laki yang menjadi pelaku penindasan adalah jagoan yang ditakuti oleh semua murid di sekolah ini. Perempuan itu menangis, menjerit bahkan sampai berlutut dihadapan sang penindas agar ia mengasihaninya. Ia meminta bantuan kepada saudaranya yang sedang duduk menonton pertunjukan penindasan terhadapnya. Namun, saudara perempuannya malah memalingkan wajahnya. Malang sekali nasib seorang nafisa.

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok- olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok- olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-Hujurat:11)

Rasulullah SAW bersabda, “Manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah manusia yang dijauhi karena perangai jahatnya.”

Kejadian penindasan terhadap seorang nafisa terus saja terjadi sampai orang tua nafisa akhirnya menyadari ada yang salah terhadap anaknya. Anak yang selalu periang dan banyak berbicara menjadi pendiam dan banyak menghabiskan waktu didalam kamar sendiran saat berada di rumah. Nafisa yang mendengar orang tuanya mengetuk pintu langsung menghentikan suara tangisannya. Ia mematikan suara lagu yang sedang dinyalakan agar suara tangisannya tidak terdengar. Orang tua nafisa masuk kedalam kamarnya setelah Nafisa membukakan pintu. Orang tuanya bertanya kepada Nafisa tentang apa yang terjadi sehingga ia berubah menjadi pribadi yang pendiam dan selalu dikamar saat pulang sekolah. Nafisa hanya menjawab ‘Tidak apa-apa’ lalu menunduk.

Firasat seorang ibu, selalu saja benar. Ibu Nafisa memeluk Nafisa dan mengusap kepalanya seolah berkata ‘Semuanya akan baik-baik saja’, sedangkan Nafisa yang tiba-tiba diperlakukan seperti itu merasa nyaman dan mulai menangis. Ia menangis seolah menjawab kegelisahan ibunya. Ia menangis seolah melampiaskan amarahnya kepada seseorang yang telah menindasnya. Ia marah kepada semua orang yang melihat penindasan tetapi tetap terdiam. Ia menangis karena tidak sanggup untuk hidup didunia yang kejam ini. Nafisa bercerita bahwa semua teman-teman di sekolah menjauhinya, bahkan ada yang melakukan penindasan terhadapnya. Semua luka-luka yang berhasil nafisa sembunyikan, ia perlihatkan kepada orangtuanya. Nafisa bahkan pernah bilang kepada guru sekolah apa yang dia alami, tetapi guru tersebut malah tidak percaya dan bilang ‘Wajar masih anak-anak, berantem dikit tidak apa-apa’. Mulai saat itu, ia mulai diam terhadap apa yang dilakukan sang penindas seolah menganggap bahwa ia pantas dilakukan seperti itu. Orangtua yang mendengar cerita anaknya dari awal hingga akhir mulai merasa bersalah. Ayahnya mulai memalingkan wajahnya, sedangkan ibunya mulai menangis. Ayah Nafisa yang melihat Nafisa menangis, ia merasa terluka. Ia merasa bahwa ia gagal menjadi seorang ayah karena tidak pernah tahu apa yang dialami putrinya selama ini. Tangisan Nafisa mulai berhenti, nafasnya mulai teratur, dan matanya sudah mulai terpejam. Hari itu, Nafisa tertidur nyenyak ditemani ibu dan ayahnya.

Syaikh Abdul Mun’im Ibrahim dalam kitabnya Tarbiyatul Banaat fil Islam mengatakan, salah satu cara orang tua memenuhi kebutuhan emosional anak perempuan adalah seperti yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah. Yaitu memberikan keyakinan kepada anak perempuan bahwa dirinya adalah bagian dari sang ayah. Ketika anak marah karena sesuatu yang benar, maka sang ayah juga akan mendukungnya, jika si anak bahagia, maka sang ayah juga akan merasa bahagia. Begitu seterusnya.

Ayahnya merasa marah dan ingin menemui orang yang telah membuat putrinya terluka. Namun ibu nafisa melarangnya. Menurutnya bukan masalah orang yang menyakiti nafisa yang harus disalahkan. Banyak saksi pelaku penindasan tetapi tidak berani untuk berbicara. Bahkan, guru menganggap itu hal wajar. Bukan masalah penindasan yang harus mereka selesaikan saja


tetapi solusi agar Nafisa kembali tersenyum lagi. Ibu Nafisa akhirnya mengajak Ayah nafisa untuk diam lalu duduk kemudian berdiskusi.

Abu Hurairah ra menerangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, 

“Orang kuat bukan diukur dengan bertarung. Orang kuat adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Suatu hari, seorang Muslim bertanya kepada Rasulullah SAW, “Apa yang dimaksud dengan bertarung wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Pertarungan sesungguhnya adalah jika seseorang marah lalu amarahnya makin memuncak, wajahnya memerah, dan kulitnya merinding, dan pada saat itulah ia mampu menaklukkan amarahnya.” (HR. Ahmad bin Hambal)

Allah SWT berfirman, 

“Dan tidaklah sama antara kebaikan dan kejahatan. Hadapilah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik. (sehingga) orang yang tadinya bermusuhan denganmu tiba-tiba menjadi kawan akrab. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.” (QS. Fushilat: 34-36)

Abu Dzar al-Ghifari menerangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila ada di antara kalian yang marah dalam keadaan berdiri, maka duduklah. Apabila kemarahan tersebut belum juga reda, berbaringlah.” (HR. Ahmad bin Hanbal)

Setelah ibu dan ayah nafisa berdiskusi akhirnya ia mengambil kesimpulan akan melaporkan resmi apa yang terjadi kepada nafisa kepada gurunya dan akan memindahkan nafisa ke sekolah yang telah direkomendasikan teman ayah nafisa. Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu. Awalnya Nafisa menolak karena ia merasa di sekolah tersebut ia akan mendapatkan perlakuan yang sama. Namun, dengan bujukan dan rayuan dari orangtuanya akhirnya nafisa mau bersekolah di Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu.

Hari pertama, ia bersekolah rambut yang biasanya diurai mulai ditutup dengan kerudung berwarna putih dengan panjang selutut. Awalnya ia menolak namun ternyata itu adalah peraturan dari sekolah sehingga nafisa tidak dapat berbuat apa-apa.


“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)

“Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka ….” (QS. An-Nur: 31)

Ia mulai melangkahkan kakinya menuju kelas ditemani wali kelasnya. Ia mulai gugup memikirkan pemandangan teman-temannya. Apalagi ia sudah di kelas 2, pasti banyak teman yang sudah memiliki teman akrab. Ia mengucapkan salam dan memperkenalkan diri sambil menunduk. Suara lemah menjadi ciri khas ketakutan yang ia alami. Namun apa yang ditakutkan oleh nafisa tidak terjadi, teman-teman mulai membalas salamnya dan menyapanya kembali. Ia mulai berani mengangkat wajahnya menatap teman-temannya. Ia melihat, teman-temannya tersenyum kepadanya. Pandangan merendahkan yang ia selalu terima, kini tak muncul lagi. Hanya ada senyum yang memberikan ia ketenangan.

Saat jam istirahat, nafisa diajak hasna kemana-mana, bahkan diperkenalkan ke kantin yang lebih bagus dari pada sekolahnya yang lama. Sebelum ke kantin, ia diajak sholat dhuha. Menurut hasna, Sholat dhuha adalah sholat sunah yang dilakukan setelah terbit matahari sampai menjelang waktu zuhur. Sholat dhuha ini dapat melancarkan rejeki dan waktu terbaik melakukannya yakni pukul 08.00 hingga pukul 11.00 WIB. Sholat ini merupakan kebiasaan yang diterapkan disekolah menengah pertama islam terpadu. Selain itu, kebiasaan yang diterapkan sekolah ini adalah membaca almasurat dipagi hari dan di sore hari serta melakukan puasa sunnah senin dan kamis.

Saat ia menyelesaikan sholatnya, ia mendengar hasna membaca al-quran. Lantunan hasna yang merdu membuat hati nafisa menjadi tenang. Ia merasakan kedamaian yang belum pernah dirasakannya. Ia bertanya kepada hasna ketika hasna telah selesai membaca al-quran, apakah ia mau membantunya mempelajari al-quran. Hasna tersenyum lalu mengangguk dan menjelaskan


bahwa di sekolah ini, ada mentoring dimana kita dapat mempelajari banyak hal yang berkaitan dengan islam dan diajarkan cara membaca al-quran dengan benar dan baik.

Dari Usman bin Affan ra, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Tirmidzi).

Dari Abu Amamah ra, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan menjadi syafaat bagi para pembacanya di hari kiamat.” (HR. Muslim.

Dari Ibnu Abbas ra, beliau mengatakan ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Al-hal wal murtahal.” Orang ini bertanya lagi, “Apa itu al-hal wal murtahal, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu yang membaca Al-Qur’an dari awal hingga akhir. Setiap kali selesai ia mengulanginya lagi dari awal.” (HR. Tirmidzi)

Dari Abu Amamah ra, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan menjadi syafaat bagi para pembacanya di hari kiamat.” (HR. Muslim)

Nafisa belajar dimulai dari cara berpakaian yang benar, cara bertutur kata yang baik dan cara berperilaku kepada teman-temannya. Ia mulai mendekatkan diri kepada Allah dengan bantuan temannya yang bernama Hasna.

“Perumpamaan kawan yang baik dan kawan yang buruk seperti seorang penjual minyak wangi dan seorang peniup alat untuk menyalakan api (pandai besi). Adapun penjual minyak wangi, mungkin dia akan memberikan hadiah kepadamu, atau engkau membeli darinya, atau engkau mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, mungkin dia akan membakar pakaianmu, atau engkau mendapatkan bau yang buruk”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Nafisa juga belajar ikhlas mengenai pengalaman di masa lalunya. Mungkin saja, Allah memberikan cobaan penindasan kepada nafisa agar nafisa mendekatkan diri kepada-Nya. Dengan cobaan yang Allah berikan, Allah mempersiapkan hadiah yang luar biasa berupa bekal hidup didunia untuk diakhirat dan teman-teman yang selalu mendukungnya.

Katakanlah, “Tuhanku menyuruhku untuk berlaku adil. Dan hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) pada setiap shalat, dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya


kepada-Nya. Kamu akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula.”(QS. Al-A’raf: 29)

Nafisa belajar cara berprangka baik terhadap Allah karena ia pernah membaca di buku Ad-Daa wad Dawaa karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, yang mengatakan Allah akan berbuat kepada hamba-Nya sesuai dengan persangkaaan hambanya kepada-Nya. Tidak diragukan bahwa persangkaan yang baik berkaitan dengan perbuatan yang baik pula. Orang yang berbuat kebaikan akan berbaik sangka kepada Rabbnya, yaitu Dia akan membalas perbuatan baik itu, tidak mengingkari janji-Nya, serta akan menerima taubatnya. Adapun orang yang melakukan keburukan dan terus-menerus berbuat dosa besar, kezhaliman, dan penyimpangan terhadap syariat, maka kegelisahan serta ketakutan yang timbul dari kemaksiatan, kezhaliman, juga perkara yang haram akan menghalangi pelakunya untuk berprasangka baik kepada Rabbnya.

Nabi Muhammad S.A.W mengatakan bahwa Allah berfirman, "Aku sesuai persangkaan baik hamba-Ku. Maka hendaklah ia berprasangka kepada-Ku sebagaimana yang ia mau" (HR. Ahmad).

Perjalanan Seorang Nafisa memang tidak mudah bahkan ia harus melewati banyak bentuk penindasan dari ditampar, dicela, dicemoohkan didepan orang banyak, dan digusur. Kekerasan yang dihadapi oleh nafisa membuat nafisa menjadi pribadi yang pendiam. Namun, dihati kecil nafisa, nafisa tidak pernah berhenti untuk berharap adanya suatu keajaiban yang dapat membawa hidupnnya menjadi lebih baik. Suatu cahaya yang dapat merubah hidupnya menjadi damai dan tenang. Islam adalah jawabannya. Islam diambil dari kata bahasa Arab, aslama-yuslimu yang memiliki arti tunduk dan patuh, berserah diri, menyerahkan, memasrahkan (sallama), mengikuti (atba’a), menunaikan, menyampaikan (adda), kemurnian (dakhala fi al-salm au al-silm au al salam), keselamatan, atau masuk dalam kedamaian. Kata islam memang berhubungan erat dengan keselamatan, kedamaian, dan kemurnian. Itulah keajaiban yang ditunggu oleh seorang Nafisa. Keajaiban tersebut diantar melalui orang yang baru sekali kenal dan melalui proses yang panjang namun terbalaskan dengan kedekatanya dengan Allah.

Rencana Allah untuk hidup adalah rencana yang terbaik. Meski hamba-Nya susah untuk menyadari dan mengerti hal tersebut. Allah mengetahui apa yang terbaik buat hamba-Nya. Ketika hamba-Nya meminta sesuatu, Allah akan memilih dan memberikan yang terbaik.


Percayalah, ini hanya soal waktu. Jawaban Allah untuk setiap hal yang kita doakan dengan tekun dan selalu dinantikan kapan akan terwujud, akan menjadi sebuah kado terindah dalam hidup. Bahkan bisa menjadi cerita tersendiri antara kamu dengan Allah. Ingatlah untuk selalu berdoa, berpikir positif dan menyadari betapa Allah mencintai seorang hamba-Nya.


___

Komentar

Postingan Populer