RANTAI MSC #10

  Kumpulan Rangkaian Cerita Islami (RANTAI) MSC LDK KMA




____



"Jadi gitu bu ceritanya, makanya Ana baru bisa nelpon lagi sekarang."

"Iya ndok, ibu paham. Yaa memang gitu kehidupan. Kalau mau kasih pesan, pilihnya pake kurir alam. Waktunya ndak pasti, tapi pasti sampainya tepat waktu. Iya kan, ndok?" Wanita berusia lima puluhan itu tampak ramah. "Iya bu. Alhamdulillah, Allah ketemuin aku sama beliau."

"Lain waktu kalau pas ketemu bu guru ngaji yang kamu ceritain sama ibu, tolong sampaikan salam ibu ya ndok. Bilangin terima kasih sudah mengingatkan hal baik sama anak gadis kesayangan ibu ini. Kalau bisa sekalian juga nih kamu ikut ngaji sama beliau. Siapa tau bisa nambah bekel buatmu, ndok."

"Iya bu. Nanti insyaAllah aku sampein ke beliau kalau pas mampir ke TPA yaa." Malam itu Ana dan ibunya kembali melaksanakan kegiatan rutin mereka. Ya. Saling memeluk satu sama lain, meski dibatasi oleh jarak.

"Oh iya, nenekmu kemarin nelpon. Kangen sama cucunya yang ayu tenan ini. Katanya, mudah-mudahan bisa cepet ketemu lagi kalau nanti sudah bisa mudik. Apalagi kalau sudah bawa putu mantu. Hihihi."

"Ibuuu. Hmm, kan katanya kangennya sama aku bu. Ibu sama nenek suka gitu deh."

"Yah, jangan cemberut gitu dong ndok. Ayo senyum dulu biar makin ayu."

"Hehehe siap bu bos," ujar Ana sambil mengacungkan jempolnya ke arah kamera ponsel. Benar saja, mantra ajaib ibu selalu bisa mengembalikan lengkungan itu. "Yo wis bu, udah malem waktunya ibu istirahat yaa. Aku mau nerusin kerjaan dikit lagi baru tidur. Besok-besok aku telpon lagi ya bu. Assalaamu'alaikum."

"Iya ndok. Kamu jaga kesehatan ya di sana. Jangan lupa istirahat. Wa'alaikumsalaam, ndok."


___


Ketenangan malam itu ternyata bukan tak berujung. Terbukti dengan sedikit tambahan pekerjaan untuk Ana. Meskipun faktanya pekerjaan Ana hari itu terbilang tidak sedikit.

"Maaf banget ya Na, hari ini kerjaan gue jadi lo yang handle. Bos mendadak banget ngabarinnya. Katanya karena nggak ada orang lagi. Jadi mau ga mau ini gue harus langsung berangkat lagi ke tempat klien. Tapi besok insya Allah gue udah balik kok Na."

"Iya mbak nggak apa-apa. Ntar kalo ada yang bingung atau apa, aku chat ya mbak."

"Iyaa sip tanyain aja ya nanti. Yaudah yaa gue cabut dulu. Thank you, Na. Bye, Anaaa."

Riri pun segera turun dari ruangan kantor dan langsung menuju mobil yang sudah menunggunya. Atasannya yang super sibuk itu memang sering pergi untuk urusan seperti ini. Tugas negara, katanya. Meski begitu, baru kali ini Riri ditugaskan secara tiba-tiba. Sehingga Ana pun mendapat tambahan pekerjaan yang sama tiba-tibanya dengan tugas Riri.

Adzan isya berkumandang saat Ana sedang berjalan pulang. Benar saja. Pekerjaan tambahan hari ini memaksanya untuk lebih betah berada di kantor. Secangkir teh hangat hingga sepiring nasi hangat meramaikan pikirannya saat ini. Bahkan mungkin terlalu riuh, sampai Ia tak menyadari suara yang memanggilnya.

"Eh ibu, wa'alaikumsalaam. Maaf bu, saya nggak sadar ibu dari tadi manggil. Wah, ternyata udah sampe di depan TPA. Cepet juga ternyata. Hehehe."

"Iya mbak tidak apa-apa," wanita itu tertawa tipis melihat Ana yang sedikit terkejut. "Mbak Ana tumben sudah malam begini baru pulang kerja, biasanya sore sudah pulang. Bagaimana kabarnya hari ini? Sepertinya ini hari yang sibuk ya buat mbak."

"Iya bu, saya baru pulang. Alhamdulillah saya baik, cuma agak capek aja hari ini. Tadi atasan saya pergi tugas ke luar bu. Jadi, ya, begitu deh bu. Kerjaannya juga ikut pergi, tapi perginya ke meja saya bu. Hehehe," Ana menjelaskan sebabnya melamun tadi. "Ibu sendiri bagaimana kabarnya? Oh iya, saya ingat. Sewaktu telpon kemarin, ibu saya titip salam untuk ibu. Saya sempat bercerita perihal kue itu kepada ibu saya bu."

"Oh ternyata begitu. Terlihat sekali soalnya kalau mbak Ana kelelahan. Oh iya mbak, wa'alaikumsalaam," ucap wanita itu sembari tersenyum hangat. Setelah berbincang beberapa saat, wanita itu masuk dan kembali ke hadapan Ana dengan membawa sebuah kantung plastik.

"Tadi saya buat pisang goreng mbak, tapi ternyata terlalu banyak untuk kami di rumah. Alhamdulillah ketemu mbak Ana. Silakan dibawa ya mbak."

"Wah, alhamdulillah. Terima kasih bu. Saya jadi tidak sabar mau cepet-cepet makan ini bu. Hehehe," matanya berbinar serupa gemintang malam itu. Pertanda jelas bahwa Ana sangat lelah dan lapar. "Kalau begitu saya permisi dulu ya bu. Mari bu, assalaamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalaam. Iya mbak sama-sama.  Hati-hati ya mbak Ana."


___

Malam itu, selepas beristirahat Ana kembali mengambil ponselnya. Sudah pukul sembilan. Meski sedikit ragu, Ia tetap mencari satu nomor telepon, lalu menekan tombol 'panggil'.

"Assalaamu'alaikum. Halo ndok, sehat? Sudah makan belum?"

"Wa'alaikumsalaam bu. Alhamdulillah sehat. Udah bu, udah kenyang malahan. Hehehe. Oh iya, tadi aku ketemu sama bu guru TPA itu bu. Kata beliau, wa'alaikumsalaam. Eh udah gitu aku dikasih pisang goreng bu, pas banget tadi laper pulang kerja. Ibu gimana, sehat? Udah makan?"

"Iya ndok terima kasih. Alhamdulillah, rezeki namanya itu ndok. Ibu juga alhamdulillah sehat, sudah makan juga," terdengar suara yang bahagia dari sana. "Kok tumben kamu pulang malem ndok, biasanya sore sudah pulang. Ada apa?" Sejurus kemudian, untuk kedua kalinya Ana menjelaskan penyebabnya pulang terlambat hari ini.

"Yo wis, ndak apa-apa. Alhamdulillah sudah beres to tugasnya. Mudah-mudahan jadi pahala buatmu ndok. Titip salam ibu buat nak Riri ya ndok."

"Aaamiin. Iya bu, insyaAllah nanti disampein ke mbak Riri. Yo wis ya bu udah malem. Ibu istirahat ya, besok-besok aku telpon lagi. Assalamualaikum."

"Iya ndok. Jaga kesehatan ya, jangan lupa istirahat. Wa'alaikumsalaam."


___

Keesokannya, hari dimulai seperti biasa. Ana kembali ke dalam rutinitasnya. Berharap hari berjalan lancar dan tentunya pulang tepat waktu.

"Anaaa, makasih banget yaa buat kemaren. Nih sebagai gantinya kemaren di jalan pulang gue beliin ini," terdengar suara mbak Riri mengawali jam istirahat siang itu.

"Iya mbak sama-sama," ucap Ana sambil menerima kantung kertas yang diberi mbak Riri. Setelah sedikit menengok isinya Ana bersorak gembira, "Wiii asiiik. Makasih banyak mbak Ririii. Stok cemilanku seminggu ke depan bakal aman nih mbak. Hihihi. Oh iya mbak, semalem aku telponan sama ibu. Terus ibu nitip salam buat mbak."

"Haha. Bagus kalo gitu ya Na. Wa'alaikumsalaam. Wah udah lama ga ketemu, tante gimana kabarnya Na?"

"Alhamdulillah kabar ibu baik mbak. Sehat."

"Alhamdulillah. Huhu, kangen aku sama tante. Masakan ibumu enak banget tau Na. Udah gitu tante baik banget sih, udah berapa kali nitip salam terus. Kamu sama ibumu nih, persis. Seneng banget main salam-salaman gini. Hihihi."

"Hehehe, iya mbak. Mbak aja kangen sama ibuku, apalagi aku. Kalo soal itu, kita emang kompak dong. Ucapan salam kan artinya doa mbak. Kan sesama muslim harus saling mendoakan, bener apa bener hayo mbak? Hehehe."

"Iya iyaa bener. Kalo tentang salam itu doa, gue insya Allah paham sih artinya. Tapi emang sebegitu penting ya Na soal salam-salaman gini?"

"Iya dong mbak. Kalo yang aku tau nih ya," sambil menyodorkan ponselnya kepada mbak Riri. Terlihat beberapa infografis yang menarik mbak Riri untuk membacanya, bahkan sambil mendengarkan Ana. "Kaya di situ mbak, di surat An-Nisaa' ayat 86 yang artinya gini nih mbak,

Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu."

"Oh iya iya. Terus Na, kalo soal nitip-nitip salam gitu gimana tuh? Kadang gue masih bingung sih soal gituan," ucap mbak Riri yang mengangguk dan bingung secara bersamaan. "Kalo soal itu, dari yang aku tau nih mbak, itu tuh sunnah. Tapi buat yang dimintain tolong nyampein salam, kaya aku gini nih, ada dua pendapat mbak. Pertama, wajib nyampein salamnya karena kan sama aja dititipin amanah. Oh, kaya di surat An-Nisaa' lagi nih mbak tapi ayat 58.

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Terus yang keduanya itu sunnah mbak, dilihat dari sanggup atau nggaknya dia nyampein salam. Begitu mbak. Gimana-gimana, udah oke kan mbak? Hehehe."

"Ooo gitu ya. Iyaa udah Na, oke banget malahan. Ya ampun, tengah hari gini gue belajar ginian. Makasih banyak ustadzahkuuu. Hihihi," ucapnya sambil mencubit pipi Ana. "Ah, mbak Riri nih bisa aja. Udah dong mbak sakit nih," ujar Ana yang pipinya memerah. Entah karena tersipu malu atau akibat perbuatan atasannya tadi.

"Eh makan yuk, Na. Laper banget nih gue. Temenin makan di kantin yuk, gak kuat gue kalo cari makan di luar, bisa langsung kurus ntar. Hahaha."

"Hahaha. Iya mbak. Aku matiin laptop dulu ya," Ana mulai membereskan pekerjaannya. "Ayo buruan, Na. Lapeeerr. Tapi kita makan bareng loh ya. Ga ada nitip-nitip kalo soal ini."

"Hahahaha," keduanya tertawa riang lalu beranjak untuk makan siang.


___

Komentar

Postingan Populer